Sahabat Pena

Minggu, 29 Januari 2017

Kurikulumku, Jantung Pendidikanku





Perkembangan Kurikulum di Indonesia, Dasar Filosofis dan Pendekatan Pembelajarannya

Kata “kurikulum” berasal dari bahasa latin yang berarti jalur pacu. Zais (1976) mengemukakan berbagai pengertian tentang kurikulum, diantaranya kurikulum merupakan proram pelajaran, isi pelajaran, pengalaman belajar yang direncanakan, pengalaman di bawah tanggungjawab sekolah dan rencana tertulis untuk direncanakan. Dalam UU RI no 2 tahun 1999 pasal 1 (9) menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Kurikulum memiliki beberapa komponen di dalamya seperti tujuan, materi, organisasi, dan evaluasi.
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan yang sekarang 2013.
1.      Kurikulum 1947 diberi nama rentjana pelajaran 1947. Kurikulum ini disebut juga pengganti system pendidikan kolonial belanda. Pada periode ini masih dalam periode memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sehingga pendidikannya bertujuan untuk membentuk karakter manusia Indonesia yang merdeka, berdaulat, serta sejajar dengan bangsa lain di muka bumi. Di kurikulum ini tidak terdapat mata pelajaran agama. Pembelajaran mengacu kepada konsep pendidikan yang esensialis yaitu membaca, menulis dan berhitung. Bahasa daerah sebagai bahasa pengantar, sedangkan bahasa Indonesia baru dimulai diajarkan di kelas 3. Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum adalah pendekatan “discrete” yang menjadi cirri khas dari esensialisme. Pada pendekatan ini tidak terdapat korelasi dan fusi berbagai disiplin ilmu. Terdapat landasan filosofis pendidikan diantaranya peserta didik ditempatkan sebagai subyek dan fokus ke kepentingan utama.
2.      Kurikulum 1952 diberi nama rentjana pelajaran terurai 1952. Pada periode ini mengarah pada sistem pendidikan nasional dan isi pelajarannya dhihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran lebih mengarah kepada siswa.
3.      Kurikulum 1964 diberi nama rentjana pelajaran 1964. Pada periode ini pendidikan ditujukan untuk pembekalan di jenjang SD. Pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana (Daya cipta, karya, karsa, rasa, dan moral).
4.      Kurikulum 1968. Pada periode ini program pancawardhana diubah menjadi pendidikan jiwa pancasila, pengetahuan dasar dan kecakapan khusus.
5.      Kurikulum 1975 menekankan agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Hal tersebut dipengaruhi oleh konsep menejemen berupa MBO (mangagement of objective). Metode, materi dan tujuan pengajaran dirinci dalam prosedur pengembangan system instruksional. Pada periode ini mulai dikenal satuan pelajaran.
6.      Kurikulum 1984, mengusung proses skill approach. Siswa ditempatkan sebagai objek belajar. Belajar dikelas harus dilakukan dengan maksimal dan efektif. Oleh sebab itu  sebelum memilih bahan ajar harus difikirkan secara matang tujuan yang harus dicapai oleh siswa.
7.      Kurikulum 1994. Pada periode ini system semester diubah menjadi caturwulan. Dengan perubahan tersebut siswa diharapkan dapat memiliki waktu yang cukup untuk menyerap banyak pelajaran. Tujuan pengajarannya menekankan pada pemahaman konsep keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. dasar filosofi yang dipakai dalam kurikulum ini adalah progresivisme. Oleh karena itu siswa harus aktif dalam belajar bisa dengan pemecahan masalah, penemuan, dan juga kooperatif.
8.      Kurikulum 2004 dikenal sebagai kurikulum berbasis kompetensi, yakni dikembangkan berdasarkan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan tugas tertentu sesuai performance.
9.      Kurikulum 2006 dikenal dengan sebutan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Pada periode ini guru diberi kesempatan untuk bebas merencanakan pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa dan sekolah.
Dalam pendidikan terdapat 4 filsafat yang sudah dikenal sejak lama diantaranya Perenialisme, Esensialisme, Progresivisme, dan rekontruksionisme.
a.       Perenialisme mengembangkan kemampuan berfikir manusia dan memuka tabir kebenaran universal melalui pelatihan intelektual. Guru sebagai ahli bidang studi dengan pola pembelajaran ceramah. Siswa sebagai pihak penerima pengetahuan dan bersifat pasif.
b.      Esensialisme mengacu kepada hal yang esensial dalam belajar misalnya membaca, menulis, dan berhitung. Filsafat ini menekankan penguasaan keterampilan, pengetahuan dan konsep esensial.
c.       Progresivisme sedikit berseberangan dengan perenialisme karena pada progresivisme siswa harus aktif dan belajar. Belajar yang dilakukan dengan pemecahan masalah, penemuan, kooperatif. Guru sebagai fasilitator dan salah satu sumber belajar.
d.      Rekonstruksionisme dikembangkan atas dasar isu-isu social kemasyrakatan yang memuat pluralism budaya, kesamaan, dan berwawasan kedepan. Peran guru dan siswa dalam pembelajaran bisa berubah-ubah sesuai dengan fungsinya sesuai konteksnya.
Dalam pengembangan kurikulum tidak bisa dikatakan bahwa dalam pengembangan kurikulum yang berlaku mengikuti salah satu atau secara elektik dari aliran-aliran filsafat pendidikan diatas karena kita telah memiliki pancasila sebagai dasar Negara yang diyakini sebagai landasan ideal dalam mengembangkan pendidikan. Aliran-aliran filsafat diatas merupakan referensi tatkala hendak mengembangkan aspek-aspek kurikulum dengan tetap menjadikan pancasila sebagai landasan filosofi dalam mengembangkan langkah-langkah dan aspek-aspek kurikulum.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar