Perkembangan Kurikulum di Indonesia, Dasar Filosofis dan Pendekatan Pembelajarannya
Kata
“kurikulum” berasal dari bahasa latin yang berarti jalur pacu. Zais (1976)
mengemukakan berbagai pengertian tentang kurikulum, diantaranya kurikulum
merupakan proram pelajaran, isi pelajaran, pengalaman belajar yang
direncanakan, pengalaman di bawah tanggungjawab sekolah dan rencana tertulis
untuk direncanakan. Dalam UU RI no 2 tahun 1999 pasal 1 (9) menyebutkan bahwa
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar. Kurikulum memiliki beberapa komponen di dalamya seperti tujuan,
materi, organisasi, dan evaluasi.
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum
pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952,
1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan yang sekarang 2013.
1. Kurikulum 1947 diberi nama rentjana
pelajaran 1947. Kurikulum ini disebut juga pengganti system pendidikan kolonial
belanda. Pada periode ini masih dalam periode memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia sehingga pendidikannya bertujuan untuk membentuk karakter manusia
Indonesia yang merdeka, berdaulat, serta sejajar dengan bangsa lain di muka
bumi. Di kurikulum ini tidak terdapat mata pelajaran agama. Pembelajaran
mengacu kepada konsep pendidikan yang esensialis yaitu membaca, menulis dan
berhitung. Bahasa daerah sebagai bahasa pengantar, sedangkan bahasa Indonesia
baru dimulai diajarkan di kelas 3. Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan
kurikulum adalah pendekatan “discrete” yang menjadi cirri khas dari
esensialisme. Pada pendekatan ini tidak terdapat korelasi dan fusi berbagai
disiplin ilmu. Terdapat landasan filosofis pendidikan diantaranya peserta didik
ditempatkan sebagai subyek dan fokus ke kepentingan utama.
2. Kurikulum 1952 diberi nama rentjana
pelajaran terurai 1952. Pada periode ini mengarah pada sistem pendidikan
nasional dan isi pelajarannya dhihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan
pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran lebih mengarah kepada siswa.
3. Kurikulum 1964 diberi nama rentjana
pelajaran 1964. Pada periode ini pendidikan ditujukan untuk pembekalan di
jenjang SD. Pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana (Daya cipta,
karya, karsa, rasa, dan moral).
4. Kurikulum 1968. Pada periode ini
program pancawardhana diubah menjadi pendidikan jiwa pancasila, pengetahuan dasar
dan kecakapan khusus.
5. Kurikulum 1975 menekankan agar
pendidikan lebih efisien dan efektif. Hal tersebut dipengaruhi oleh konsep
menejemen berupa MBO (mangagement of objective). Metode, materi dan tujuan
pengajaran dirinci dalam prosedur pengembangan system instruksional. Pada
periode ini mulai dikenal satuan pelajaran.
6. Kurikulum 1984, mengusung proses
skill approach. Siswa ditempatkan sebagai objek belajar. Belajar dikelas harus
dilakukan dengan maksimal dan efektif. Oleh sebab itu sebelum memilih bahan ajar harus difikirkan
secara matang tujuan yang harus dicapai oleh siswa.
7. Kurikulum 1994. Pada periode ini
system semester diubah menjadi caturwulan. Dengan perubahan tersebut siswa
diharapkan dapat memiliki waktu yang cukup untuk menyerap banyak pelajaran.
Tujuan pengajarannya menekankan pada pemahaman konsep keterampilan
menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. dasar filosofi yang dipakai dalam
kurikulum ini adalah progresivisme. Oleh karena itu siswa harus aktif dalam
belajar bisa dengan pemecahan masalah, penemuan, dan juga kooperatif.
8. Kurikulum 2004 dikenal sebagai
kurikulum berbasis kompetensi, yakni dikembangkan berdasarkan pendekatan
kompetensi yang menekankan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan tugas
tertentu sesuai performance.
9. Kurikulum 2006 dikenal dengan
sebutan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Pada periode ini guru diberi
kesempatan untuk bebas merencanakan pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa dan
sekolah.
Dalam pendidikan terdapat 4 filsafat yang sudah dikenal
sejak lama diantaranya Perenialisme, Esensialisme, Progresivisme, dan
rekontruksionisme.
a. Perenialisme mengembangkan kemampuan
berfikir manusia dan memuka tabir kebenaran universal melalui pelatihan
intelektual. Guru sebagai ahli bidang studi dengan pola pembelajaran ceramah. Siswa
sebagai pihak penerima pengetahuan dan bersifat pasif.
b. Esensialisme mengacu kepada hal yang
esensial dalam belajar misalnya membaca, menulis, dan berhitung. Filsafat ini
menekankan penguasaan keterampilan, pengetahuan dan konsep esensial.
c. Progresivisme sedikit berseberangan
dengan perenialisme karena pada progresivisme siswa harus aktif dan belajar. Belajar
yang dilakukan dengan pemecahan masalah, penemuan, kooperatif. Guru sebagai
fasilitator dan salah satu sumber belajar.
d. Rekonstruksionisme dikembangkan atas
dasar isu-isu social kemasyrakatan yang memuat pluralism budaya, kesamaan, dan
berwawasan kedepan. Peran guru dan siswa dalam pembelajaran bisa berubah-ubah
sesuai dengan fungsinya sesuai konteksnya.
Dalam pengembangan kurikulum tidak bisa dikatakan bahwa
dalam pengembangan kurikulum yang berlaku mengikuti salah satu atau secara
elektik dari aliran-aliran filsafat pendidikan diatas karena kita telah
memiliki pancasila sebagai dasar Negara yang diyakini sebagai landasan ideal
dalam mengembangkan pendidikan. Aliran-aliran filsafat diatas merupakan
referensi tatkala hendak mengembangkan aspek-aspek kurikulum dengan tetap
menjadikan pancasila sebagai landasan filosofi dalam mengembangkan
langkah-langkah dan aspek-aspek kurikulum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar